WhatsApp Image 2024-06-24 at 4.26.11 PM

Seni Belajar Rempah Nusantara

Sebelum menjadi ilmuwan akademik, Saka paham bahwa dirinya harus menjadi ilmuwan organik dan manusia pra-mekanik (baca: tradisional). Dia perlu belajar tentang alam raya dengan segala pengamatan pancaindranya secara langsung.

Kemarin, kami bermain syahdu di bawah pohon Pala. Daunnya yang mungil dan pohonnya yang cukup rindang, menapis cahaya matahari dan menyaring angin udara radikal. Seru sekali kami berputar-putar dan berlarian mengelilingi pohon sarat sejarah itu.

Malam harinya, ketika kami bercerita ke Mbah Saka, ternyata Mbah juga menyimpan stok rempah-rempah itu. Tak hanya ingin pegang dan menghirup aromanya, bahkan anak 19 bulan itu menjilat biji pala yang sudah dikeringkan. Mukanya masam, mungkin dia merasakan getir aneh di bibirnya. Rempah yang lain juga diperlihatkan Mbah, ada lada, kayu manis, kapulaga, dan kembang lawang atau pekak.

Menarik diulik, rempah pala digunakan dalam berbagai hidangan untuk memberikan aroma dan rasa yang khas. Selain itu, rempah ini juga memiliki nilai historis dan budaya penting, serta digunakan dalam obat tradisional untuk keperluan medis.

Indonesia adalah salah satu produsen terbesar rempah pala di dunia, dengan Maluku dan Papua sebagai daerah utama penghasilnya. Pala telah menjadi bagian integral dari budaya dan sejarah Nusantara, dan kontribusinya terhadap kuliner dan industri rempah dunia cukup signifikan.

Bukti arkeologis menunjukkan bahwa pala telah diperdagangkan dan digunakan oleh bangsa Mesir kuno sekitar 1500 SM. Namun, pala sebenarnya telah dikenal bahkan sebelumnya dalam budaya dan perdagangan di wilayah Asia Tenggara.

Secara filologis, ada rekam sejarah yang mencatat rempah dan wilayah Nusantara klasik di antaranya manuskrip Sulaiman As-Sirafi (w. 851) bertajuk “Akhbar al-Shin wa al-Hind”, Ibnu Khordadhbeh (w. 846) berjudul “Al-Masalik wa Mamalik”, Ibnu al-Faqih (w. 902) “Kitab Buldan”, dan Al-Mas’udi (w. 943) “Muruj az-Zahab”.

Catatan perjalanan ke Bumi Nusantara juga ditemukan dari lembaran pelancong Arab-Persia yakni Buzurgh Ibn Syahriyar Ramahurmuz (w. 1009) dalam bukunya “Aja’ib al-Hindi”. Kejayaan, sumber daya alam yang melimpah, masyarakat yang santun toleran, dan hewan tumbuhan yang ajaib (sering diasumsikan horor) dicatat sebagai sejarah bagi bangsa Arab.

Anthony Reid (2020: 35) mengisahkan bahwa rempah-rempah lebih menarik minat orang Eropa, karena ini barang langka berharga yang mereka tuju dengan beelayar melintasi bumi. Berbagai rempah lainnya digunakan sebagai bahan penyedap makanan dan obat-obatan seperti asam, kunyit, jahe, kemukus, dan calamus (Lodewycjsz 1958: 140 dan Dampier 1699: 88).

Nusantara dalam kurun niaga antara 1450-1680, dicatat oleh Onghokham dengan bahasa Melayu sebagai bahasa perantara (lingua franca) antara interaksi dagang China, India, dan Asia Tenggara. Banyak istilah Melayu yang memasuki bahasa Inggris seperti Kompong (Kampung atau Compound) atau Gudang (Godown).

Terlepas dari segala hal, kita adalah bangsa yang telah mengukir sejarah dengan martabat, dan takdir kita adalah meneruskan jejak kemartabatan ini. Seperti Saka yang penuh semangat dan rasa keingintahuan (curiosity) tinggi layaknya anak pada umumnya, kita sedang menjelajahi wilayah-wilayah yang belum terjamah, mencari celah untuk mengisinya dengan inovasi dan produksi yang tak tertandingi.

Salam
Bekasi, 28 Agustus 2023
Atunk F Karyadi

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *